|
Ilustrasi Orbit Planet Nibiru |
Indonesia Space Center — Secara astronomis ada-tidaknya planet Nibiru bisa
diaproksimasi melalui aplikasi hukum Kepler 3 dan hukum gravitasi Newton
untuk meramalkan profil orbitnya sekaligus sebagian karakteristik
fisisnya melalui serangkaian asumsi. Dengan jalan demikian maka
posisinya di langit dan kecemerlangannya dari waktu ke waktu dapat
diprediksi hingga batas ketelitian tertentu.
Ini merupakan prosedur standar yang juga berlaku bagi segenap
benda-benda langit anggota tata surya, entah itu planet, satelit
(alami), komet dan asteroid maupun benda-benda buatan manusia yang
diorbitkan ke langit guna penjelajahan antariksa.
Mari terapkan untuk planet Nibiru. Benda ini diklaim terlihat terakhir
kalinya pada 3.600 tahun silam sehingga bisa dianggap sebagai benda yang
mengelilingi Matahari secara periodik dengan periode revolusi 3.600
tahun.
Sehingga benda tersebut mengedari Matahari dalam orbit tertutup yang
umumnya berbentuk ellips, bukan orbit terbuka (seperti parabola). Benda
ini dinyatakan bakal jatuh di Antartika pada 21 Desember 2012 pukul
18:11 WIB. Untuk mengetahui bagaimana profil orbitnya sebelum jatuh
menumbuk Bumi dapat digunakan kasus jatuhnya meteor sebagai analog.
Dengan demikian altitude Nibiru jika disaksikan dari titik tumbuknya
adalah sebesar 45 derajat. Sebagai alat bantu perhitungan terdapat
spreadsheet CMO dari Marco Langbroek (astronom di Dutch Meteor Society)
yang bisa dimanfaatkan. Spreadshett tersebut perlu menyertakan data
koordinat dan kecepatan heliosentris dalam tiga sumbu (X, Y dan Z) yang
bisa diperoleh dari software Planeph 4.1 yang dikembangkan Bureau des
Longitudes (Perancis).
Pada titik tumbuk Antartika (garis lintang 90 LS), perhitungan demi
perhitungan menghasilkan fakta: agar Nibiru tetap memiliki orbit ellips,
maka bila dilihat dari Antartika ia harus memiliki azimuth lebih dari
90 (arah timur) namun kurang dari 270 (arah barat). Jika kita ambil
nilai azimuth sebesar 110, maka agar memiliki periode 3.600 tahun,
Nibiru harus memiliki kecepatan bebas 43 km/detik (154.800 km/jam) pada
21 Desember 2012. Sehingga profil orbit Nibiru pun diperoleh sebagai
berikut:
1. Perihelion: 0,895 satuan astronomis.
2. Aphelion : 469,09 satuan astronomis.
3. Setengah sumbu utama : 234,99 satuan astronomis.
4. Inklinasi orbit : 66,5 derajat.
5. Eksentrisitas : 0,996
6. Titik nodal : 89,804
7. Argument of perihelion : 35,02
8. JD perihelion : 2456305,708 (13 Januari 2013)
Dengan profil orbit tersebut, maka posisi Nibiru dari hari ke hari pun
dapat dijejak menggunakan software pendukung seperti Starry Night.
Untuk karakteristik fisiknya, mari mulai dengan klaim bahwa Nibiru
berukuran sebesar planet Saturnus sehingga dianggap memiliki diameter
120.000 km (diameter Saturnus). Permukaannya diklaim sama gelapnya
dengan aspal atau batubara. Dalam astronomi, aspal/batubara hanya mampu
memantulkan 7% cahaya Matahari yang mengenainya (memiliki albedo 0,07).
Di tata surya masih terdapat benda langit yang gelap dibanding
aspal/batubara, yakni inti komet yang rata-rata memiliki albedo 0,04.
Mari anggap Nibiru memiliki permukaan tergelap sehingga diasumsikan
mempunyai albedo 0,04. Menggunakan rumus hubungan albedo-diameter
planet/asteroid, maka kita memperoleh nilai magnitudo absolut -6,28.
Jika magnitudo absolut dan diameter sudah diperoleh maka nilai
kecemerlangan (magnitudo semu) Nibiru dari hari ke hari dengan mudah
dapat dideduksi oleh software pendukung seperti Starry Night.
Dari Seterang Sirius Hingga Seterang Bulan Purnama
Pada Agustus 2012 software Starry Night memperlihatkan Nibiru berada di
rasi Columba. Rasi Columba berdampingan dengan rasi Canis Major yang
mudah dilihat karena adanya bintang terang Sirius (magnitudo semu -1,5)
di sisi kiri serta rasi Carina yang juga mudah dilihat seiring adanya
bintang terang Canopus (magnitudo semu -0,6). Ketiga rasi bintang
tersebut mudah diidentifikasi karena posisinya saling berjejeran dan
berdekatan dengan rasi Orion yang legendaris. Pada saat itu Nibiru
memiliki magnitudo semu -1,1 sehingga seharusnya lebih cemerlang
dibanding bintang Canopus dan hampir sama terangnya dengan bintang
Sirius. Namun faktanya, observasi di Kebumen (Jawa Tengah) pada 15
Agustus 2012 pukul 04:00 WIB gagal mengidentifikasi adanya benda langit
di rasi Columba yang secemerlang bintang Sirius. Padahal bintang-bintang
redup dengan magnitudo semu hingga +4, yakni bintang-bintang yang 100
kali lebih redup dibanding Canopus.
Jadi, mengapa benda langit yang seharusnya sudah demikian terang itu
tidak ada? Kesimpulannya, Nibiru itu tidak ada. Omong kosong belaka.
[langitselatan]