Bagi anda yang pernah membaca novel Dan Brown, berjudul
Angel and Demon,
pasti tak asing lagi dengan CERN (Conseil Européene pour la Recherche
Nucléaire) atau European Organization for Nuclear Research. Sebuah
komplek laboratorium percepatan partikel terbesar di dunia yang terletak
di perbatasan antara Perancis dan Swiss, persis di sebelah barat
Jenewa, yang memiliki daya tarik tersendiri bagi para peminat ilmu
fisika. Di sanalah ribuan ilmuwan yang setengahnya adalah komunitas
fisika partikel, melakukan eksperimen bersama.
Namun, siapa nyana ternyata ada orang Indonesia di antara ribuan ilmuwan itu. Salah satunya adalah
Haryo Sumowidagdo. Lelaki yang menggondol Ph.D dari Florida State University dan S1 dan S2 di Universitas Indonesia
Aktivitas di CERN
Ada tiga kegiatan utamanya di CERN, yaitu sebagai teknisi,
pembimbing, dan fisikawan. Sebagai teknisi, ia menulis program kendali
dan kontrol untuk alat eksperimennya. Alat eksperimen fisika partikel
tidak dijual di toko. Semua harus dibuat dan dikerjakan sendiri. Jadi
tidak heran kalau fisikawan partikel eksperimen sering punya keahlian di
luar fisika, itu semua karena panggilan tugas.
Sebagai pembimbing, ia membimbing dan menjadi tempat bertanya para
mahasiswa program doktoral. Interaksinya dengan mahasiswa terjadi dua
arah, karena ia juga kadang bertanya kepada mereka.
Sebagai fisikawan, Haryo menganalisis data untuk melakukan pengukuran
besaran fisika atau mencari penemuan baru dalam bidang fisika. Kemudian
tentunya menulis karangan ilmiah dan mempublikasikannya di jurnal
ilmiah.
Ada kegiatan keempat yang belum banyak ia lakukan, yakni
mempopulerkan iptek kepada masyarakat luas. Di CERN, kendala utama bagi
Harya adalah belum fasih berbahasa Prancis. Ia memulai sebuah blog
akhir-akhir ini dalam bahasa Indonesia untuk kegiatan ini, jadi jangan
lupa untuk melihat blognya
http://sumowidagdo.wordpress.com/ setelah membaca artikel ini.
Saat ini Haryo terlibat proyek Large Hadron Collider (LHC)
secara tidak langsung. Ia menjadi anggota Compact Muon Solenois (CMS),
sebuah eksperimen fisika partikel yang terletak di LHC. LHC sendiri
merupakan bagian dari CERN.
LHC merupakan sebuah akselerator/pemercepat zarah. Akselerator adalah
sebuah mesin yang bisa mempercepat sesuatu. Mirip dengan pedal gas di
sebuah mobil yang bisa menaikkan kecepatan mobil dari diam ke kecepatan
tinggi. Zarah (diadaptasi dari bahasa Arab) adalah sesuatu yang sangat
kecil, tidak kasat mata, namun merupakan bahan baku yang menyusun semua
benda yang kita lihat di sekitar kita. Di dalam LHC, zarah-zarah
dipercepat sampai mendekati kecepatan cahaya. Zarah-zarah yang
berkecepatan tinggi ini kemudian saling ditubrukkan. Dalam tubrukan
tersebut bisa tercipta zarah-zarah lain yang kemudian dilihat oleh
alat-alat eksperimen fisika partikel.
LHC merupakan sebuah terowongan di bawah tanah yang membentuk
lintasan lingkaran dengan diameter delapan kilometer. Bandara
Soekarno-Hatta bisa diletakkan di dalam lingkaran LHC. Letak LHC adalah
dekat kota Jenewa di Swiss. Sebagian dari lingkaran LHC berada di
wilayah negara Prancis, sebagian lagi berada di wilayah negara Swiss.
|
Peta udara & diagram keadaan LHC di bawah tanah |
Peta udara & diagram keadaan LHC di bawah tanah
Akselerator sebenarnya bukan barang yang tidak umum.Kalau anda pernah
melihat TV atau monitor komputer jaman dulu yang masih pakai layar
kaca, itu sebenarnya akselerator juga. Di bagian belakang TV/layar
monitor ada akselerator yang mempercepat zarah, dan zarah itu kemudian
menumbuk layar kaca. Layar kacanya kemudian bersinar, dan kita bisa
melihat gambar di layar. Cuma memang LHC ukurannya jauh lebih besar dari
TV, dan juga lebih rumit dari TV.
Cita-cita Sewaktu Kecil
Profesinya saat ini sebenarnya tidak sesuai dengan cita-citanya sejak
kecil. Sewaktu Haryo masih SD, ia sebenarnya ingin menjadi petani dan
ingin masuk IPB. Alasannya karena ia terkesan dengan cerita Rumah Kecil (
Little House)
karangan Laura Ingalls Wilder yang menceritakan betapa petani bisa
menjadi orang yang makmur, mandiri, dan hidup dari usaha dan tanahnya
sendiri. Ketika di SMP kemudian berubah, ingin menjadi sarjana teknik
komputer. Zaman itu komputer pribadi baru masuk di Indonesia dan ia
termasuk orang yang beruntung bisa menggunakan komputer.
Terakhir ketika SMA, barulah Haryo mulai suka kepada fisika dengan
serius. Di kelas III SMA, ia melamar untuk program penerimaan mahasiswa
tanpa tes di Universitas Indonesia (UI). Ia memilih Fisika dan
diterima. Ketika di Fisika UI, ia bertemu dengan mendiang Prof. Darmadi
Kusno dan Dr. Terry Mart. Mereka berdua memberikan pengaruh besar
padanya sehingga Haryo akhirnya mantap dengan cita-cita untuk menjadi
fisikawan. Pak Darmadi ini adalah guru dan pembimbing Pak Terry Mart dan
Pak Yohanes Surya. Pak Terry Mart kemudian menjadi pembimbing
skripsinya. Haryo merasa bangga dan bersyukur diberi kesempatan menjadi
murid beliau, dan hingga sekarang pun ia tetap hormat dan memiliki
hubungan baik dengan beliau.
Selain Haryo, ada juga orang Indonesia lain yang tergabung di CERN,
yaitu Rahmat dari University of Mississipi dan Romulus Godang dari
University of South Alabama. Mereka berdua merupakan anggota CMS,
sehingga mereka juga terlibat dengan CERN. Mereka saat ini masih di
Amerika Serikat dan belum diberi kesempatan untuk berkunjung dan bekerja
di CERN.
Awalnya Bergabung di CERN
Awal cerita Haryo bergabung di CERN dimulai dari sebuah artikel di
Kompas tanggal 8 Juni 1994 yang berjudul
Seorang Fisikawan Indonesia Terlibat Penemuan Top Quark.
Artikel itu menceritakan tentang kisah seorang alumni Fisika UI yang
tengah menempuh studi doktoral di Amerika Serikat (AS) dan bekerja di
Fermilab (sebuah laboratorium fisika seperti CERN yang terletak dekat
Chicago, Amerika Serikat). Alumni tersebut terlibat dalam eksperimen
fisika partikel yang menemukan top quark, salah satu partikel elementer.
Penemuan top quark merupakan salah satu penemuan sangat penting dalam
bidang fisika, setara dengan penemuan-penemuan penting lain yang sudah
dianugrahi Hadiah Nobel Fisika. Meski kemudian Haryo menyelesaikan
sarjana fisika dengan topik skripsi fisika partikel teoretik, kesan yang
ditinggalkan artikel itu sangat dalam.
Ketika ia diterima sebagai mahasiswa doktoral di AS, Haryo sebenarnya
ingin melanjutkan kembali ke fisika nuklir/partikel teoretik. Namun,
ternyata para profesor dalam bidang fisika nuklir/partikel teoretik
sudah membimbing terlalu banyak mahasiswa doktoral sehingga mereka tidak
lagi punya beasiswa untuk mahasiswa baru. Sebaliknya, profesor-profesor
fisika partikel eksperimen memiliki beasiswa, dan mereka dengan senang
hati mau menerimanya sebagai mahasiswa. Penelitian fisika partikel
eksperimen mereka dilakukan di Fermilab. Disinilah ia teringat kembali
kepada kisah dalam artikel tersebut dan kemudian memutuskan untuk
bergabung dengan grup penelitian fisika partikel eksperimen. Jadi ia
berpindah dari teori ke eksperimen, meski masih fisika partikel.
Setelah menamatkan studi, Haryo mendapat pekerjaan sebagai peneliti
pascadoktoral di University of California, Riverside (UCR). Grup
penelitian fisika partikel di UCR terlibat dalam eksperimen bernama CMS
di CERN, dan ia akan ditempatkan di CERN. Awal tahun 2009, Haryo pindah
dari Fermilab di Chicago ke CERN di Jenewa, dan semenjak itulah ia
bekerja di sana.
Untuk masuk ke CERN ternyata tidak melalui seleksi khusus atau
tertentu. Seseorang tidak perlu menjadi pegawai CERN untuk bekerja di
CERN, melainkan bisa dengan menjadi mahasiswa doktoral atau peneliti di
grup penelitian yang melakukan penelitian di CERN. Haryo bukan pegawai
CERN namun ia ditempatkan di CERN. Mirip dengan pegawai Departemen Luar
Negeri RI yang ditempatkan di kantor pusat PBB. Mereka bukan pegawai
PBB, tetapi bekerja di kantor pusat PBB. Namun, tentunya harus menjadi
mahasiswa doktoral atau peneliti terlebih dahulu.
Untuk kaum muda Indonesia yang tertarik untuk bekerja di CERN, mereka
harus menyelesaikan pendidikan sarjana dahulu. Kemudian meneruskan ke
pendidikan pascasarjana dan bergabung dengan universitas/grup penelitian
yang memiliki kegiatan penelitian di CERN. Ada banyak perguruan
tinggi/lembaga penelitian (PT/LP) yang melakukan penelitian di CERN
(sekitar 500-600an) dari seluruh penjuru dunia (66 negara). Saat ini,
beasiswa untuk pendidikan ke luar negeri sudah sangat banyak sehingga
peluang terbuka lebar bagi siapa saja yang mau berusaha dan bekerja
keras.
Menurut Haryo, penyebab sangat sedikitnya orang Indonesia yang
bekerja di bidang fisika partikel eksperimen adalah karena
ketidaktahuan, dan bukan karena ketidakmampuan. Ketiadaan penelitian
fisika partikel eksperimen di Indonesia sama sekali bukan masalah:
Pengalaman Haryo dan beberapa rekan dari Indonesia menunjukkan bahwa
sarjana fisika lulusan perguruan tinggi di Indonesia bisa menyelesaikan
pendidikan pascasarjana bidang fisika partikel eksperimen.
Ilmuwan di CERN berasal dari 66 negara yang memiliki institusi yang
berpartisipasi dalam penelitian di CERN. Kemudian ada lagi orang dari
luar 66 negara ini yang bekerja untuk salah satu PT/LP di 66 negara ini
(seperti Haryo misalnya, ia berasal dari Indonesia yang tidak memiliki
PT/LP yang melakukan penelitian di CERN, namun ia bekerja untuk UCR yang
melakukan penelitian di CERN). Saat ini ada warga negara dari 97 negara
yang berada di CERN.
CERN sendiri memiliki pegawai sekitar 2.500 orang, dan ada sekitar
10.000 orang yang berkunjung setiap tahun sebagai peneliti tamu. CERN
merupakan salah satu organisasi internasional terbesar di Jenewa.
Pulang Kampung dan Rencana Masa Depan
Ketika Haryo ditanya apakah akan pulang ke Indonesia, ia menjawab
bahwa pulang ke Indonesia belum menjadi prioritasnya dalam waktu
dekat.Alasannya adalah karena ia belum yakin apakah di Indonesia sudah
tersedia infrastruktur yang memadai untuk memulai aktivitas penelitian
dalam fisika partikel eksperimen. Perlu dimengerti bahwa infrastruktur
tidak berarti sebuah akselerator, seperti LHC atau laboratorium besar
seperti CERN. Akselerator sama sekali tidak diperlukan di Indonesia,
karena sudah ada banyak akselerator di tempat lain.
Demikian pula sudah ada banyak eksperimen fisika partikel yang sedang
berjalan sehingga tidak perlu memulai sebuah eksperimen baru dari nol.
Infrakstruktur yang dimaksud misalnya adalah jaringan internet kecepatan
tinggi, industri elektronika dan manufaktur, dan dukungan politik untuk
penelitian dalam jangka panjang (lebih dari 10 tahun). Meskipun
infrastruktur yang diperlukan bukan sebuah proyek mercusuar, tetap
diperlukan usaha luar biasa untuk menggabungkan berbagai infrastruktur
tersebut untuk membentuk kegiatan penelitian fisika partikel eksperimen
yang nyata. Bahkan di negara yang lebih maju dari Indonesia pun hal ini
tidak mudah. Misalnya, baru-baru ini ia mendengar bahwa beberapa
fisikawan dari National University of Singapore mengajukan proposal
untuk bergabung dengan CMS. Namun kemudian mereka menarik kembali
proposal ini, karena ada masalah dengan teknis dan pendanaan. Padahal di
Singapore aktivitas penelitian dan infrastrukturnya lebih baik daripada
Indonesia.
Adapun rencananya ke depan adalah, dalam jangka panjang, ia
merencanakan untuk memiliki karier yang mapan dalam bidang fisika
partikel eksperimen. Selain fisika partikel eksperimen, ia juga tertarik
kepada beberapa bidang yang sangat erat kaitannya dengan fisika
partikel, seperti instrumentasi, fisika medis, dan teknologi komputasi
grid. Beberapa bulan terakhir Haryo juga banyak berdiskusi dengan para
profesor senior tentang bagaimana meniti dan membina karir dalam bidang
fisika. Jalannya ke depan masih panjang dan berat, namun Haryo optimis
bahwa ia akan menemukan jalan untuk membuat rencananya menjadi
kenyataan. Obsesi lain, ia juga ingin menjadi penulis.(Andre/IrawanSIA)